Daily News 02/11

November 02, 2020 No. 1830
Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang merancang aturan baru mengenai emiten yang berencana menambah porsi kepemilikan saham publik (free float) di bawah 40% akan memperoleh insentif. Saat ini yang masih berlaku adalah emiten baru bisa mendapat insentif jika saham beredar di publik minimal 40%. Sebab itu, Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi mengatakan, pihaknya terus mendorong emiten dapat meningkatkan porsi saham publiknya dari hanya sekadar memenuhi ketentuan free float sebesar 7,5%. Ketentuan free float itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direksi BEI Kep-00183/ BEI/12-2018 tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat. Aturan free float di SK Direksi BEI tersebut menyebutkan, perusahaan tercatat dapat tetap tercatat di bursa jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama mencapai minimal 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor. Pemegang saham harus berjumlah minimal 300 nasabah pemilik rekening. BEI juga memberikan waktu paling lambat 2 tahun kepada emiten untuk memenuhi ketentuan tersebut. Menurut Hasan, saat ini, emiten baru mendapat insentif jika saham beredar di publik minimal 40%. Insentif yang diberikan berupa potongan pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 3%. Namun, perlakuan yang sama juga rencananya bisa diberikan untuk emiten dengan porsi saham publik di bawah 40%. Selain dari sisi fiskal dari Kementerian Keuangan, BEI juga sedang mengkaji insentif lainnya seperti pengurangan biaya pencatatan tahunan atau annual listing fee. Namun pada intinya, BEI berharap dengan semakin banyaknya porsi saham publik setiap emiten, akan mendorong meningkatnya likuiditas dan kepercayaan investor atas saham emiten tersebut di pasar. (Source: CNBC Indonesia)

Amerika Serikat
Ekonomi Amerika Serikat rebound di kuartal III 2020 setelah masuk jurang resesi di kuartal-kuartal sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi AS bahkan mencatat rekor pada kuartal ketiga 2020 karena pemerintah AS mengeluarkan lebih dari US$ 3 triliun bantuan yang memicu pengeluaran konsumen yang terpukul karena pandemi corona. Reuters melaporkan, produk domestik bruto (PDB) AS tumbuh 33,1% secara tahunan. Itu adalah laju tercepat sejak pemerintah mulai membuat catatan pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 1947. Di kuartal II 2020, ekonomi AS minus 31,4%. Laporan pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu kartu skor ekonomi utama terakhir sebelum pemilihan presiden minggu depan. Dengan lima hari tersisa hingga Hari Pemilu, Presiden Donald Trump, mengikuti sebagian besar jajak pendapat nasional, mungkin akan memanfaatkan rebound yang menakjubkan dalam PDB sebagai tanda pemulihan ekonomi. Tetapi produksi AS tetap di bawah levelnya pada kuartal keempat tahun 2019, sebuah fakta yang hampir pasti akan disorot oleh penantang Trump dari Partai Demokrat, Joe Biden, bersama dengan tanda-tanda bahwa lonjakan pertumbuhan ekonomi dengan cepat mereda. Ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan ekonomi AS tumbuh 31% pada kuartal Juli-September 2020. Perekonomian AS tergelincir ke dalam resesi sejak bulan Februari 2020. Paket penyelamatan pemerintah memberikan jalan hidup bagi banyak bisnis dan pengangguran, meningkatkan belanja konsumen, yang dengan sendirinya mendorong lonjakan PDB. Tetapi pendanaan pemerintah telah habis tanpa ada kesepakatan yang terlihat untuk putaran bantuan lainnya. Kasus corona baru menyebar di seluruh negeri, memaksa pembatasan pada bisnis seperti restoran dan bar. Lebih dari setengah dari 22,2 juta pekerjaan yang hilang selama pandemi telah dipulihkan, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terus berlanjut. Sebuah laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (29/10) menunjukkan, sebanyak 751.000 orang mengajukan tunjangan pengangguran dalam pekan yang berakhir 24 Oktober, turun dibandingkan dengan 791.000 pada periode sebelumnya. (Source: Kontan)

China
Aktivitas pabrik China kembali naik namun dengan kecepatan yang sedikit lebih lambat pada bulan Oktober. Namun, kenaikan tersebut sudah sedikit di atas ekspektasi analis, yang menunjukkan pemulihan ekonomi berkelanjutan di China setelah terguncang virus corona. Berdasarkan data Biro Statistik Nasional, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur China turun menjadi 51,4 di pada bulan Oktober. Padahal di September, PMI Manufaktur masih ada di level 51,5. Namun posisinya yang tetap di atas angka 50, menjadi cerminan bahwa terjadi pertumbuhan. Analis memperkirakan, PMI Manufaktur turun sedikit menjadi 51,3, dengan pemulihan yang lebih luas masih tampak kokoh di jalurnya. Sektor industri besar China terus kembali ke level yang terlihat sebelum pandemi melumpuhkan sebagian besar ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut. Permintaan meningkat, perluasan infrastruktur yang digerakkan oleh stimulus, dan ekspor yang sangat tangguh mendorong rebound. Tetapi tetap saja, prospek global meredup karena banyak negara di Eropa kembali melakukan penguncian usai gelombang kedua Covid-19 datang.  Data PMI resmi, yang sebagian besar berfokus pada perusahaan besar dan milik negara, menunjukkan secara keseluruhan pesanan baru tetap stabil di 52,8, sementara pesanan ekspor baru naik menjadi 51,0, meningkat dari 50,8 bulan sebelumnya. Tetapi perusahaan yang lebih kecil terus berjuang. Sub-indeks untuk perusahaan-perusahaan tersebut berdiri di 49,4 di bulan Oktober, turun kembali ke level kontraksi dari sebelumnya ada di 50,1 pada bulan September. Perusahaan juga kehilangan pekerjaan selama enam bulan berturut-turut, dan dengan kecepatan yang lebih cepat. Sebuah sub-indeks untuk ketenagakerjaan turun menjadi 49,3 dari 49,6 di bulan September. Beberapa perusahaan melaporkan bahwa kebangkitan epidemi di luar negeri telah memperpanjang periode pengadaan untuk impor bahan mentah dan meningkatkan biaya transportasi. (Source: Kontan)

Korea Selatan
Ekspor Korea Selatan turun pada bulan Oktober. Data perdagangan yang dirilis pada Minggu (1/11) menunjukkan penurunan ekspor 3,6% dari tahun sebelumnya menjadi $ 44,98 miliar, setelah melonjak 7,6% pada September. Bulan September merupakan kenaikan ekspor pertama sejak Februari dan kenaikan tercepat dalam 23 bulan. Penurunan Oktober ini lebih kecil daripada prediksi 4% oleh ekonom dalam survei Reuters. Tapi, ekspor harian rata-rata mencatat ekspansi pertama dalam sembilan bulan dengan kenaikan 5,6%. Hal ini menambah tanda-tanda pemulihan yang moderat negara dengan ekonomi terbesar keempat di Asia tersebut. Data perdagangan bulanan Korea Selatan yang pertama kali dirilis di antara negara-negara pengekspor utama, dianggap sebagai penentu arah perdagangan global. Kementerian Perdagangan mengungkapkan bahwa ekspor semikonduktor dan mobil masing-masing melonjak 10,4% dan 5,8%. Kenaikannya bahkan melonjak masing-masing 20,9% dan 15,9% secara rata-rata setiap hari. Ekspor ke China, mitra dagang terbesar Korea Selatan, turun 5,7% karena libur Hari Nasional delapan hari. Tapi ekspor harian justru naik 3,2%. Ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa naik 3,3% dan 9,5%. Secara harian, ekspor ke dua wilayah ini masing-masing melonjak 13,1% dan 19,9%. Para ekonom sekarang khawatir lonjakan kasus virus corona secara global dan penguncian baru di Eropa dapat mengganggu permintaan luar negeri untuk barang-barang Korea Selatan lagi. Impor Oktober turun 5,8%, berkebalikan dari kenaikan 1,6% bulan sebelumnya. Hal ini menyebabkan surplus perdagangan awal sebesar US$ 5,98 miliar, lebih kecil dari US$ 8,70 miliar pada bulan September. (Source: Kontan)