Daily News 04/11
November 04, 2020 No. 1832
Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menambahkan lima stimulus baru bagi sektor perbankan sebagai kebijakan countercyclical dari penyebaran Covid-19 di Indonesia. Tambahan stimulus ini mulai dari kebijakan tambahan untuk restrukturisasi hingga relaksasi bagi likuiditas perbankan. Berdasarkan bahan paparan yang disampaikan OJK, stimulus tambahan pertama adalah mengecualikan kredit maupun pembiayaan restrukturisasi masuk dalam kategori kredit kualitas rendah (KKR). Kebijakan ini berlaku untuk bank umum konvensional dan syariah (BUK, BUS) maupun unit usaha syariah (UUS). Kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi Covid-19 dikecualikan dari perhitungan aset berkualitas rendah atau Loan at Risk (LAR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Kemudian, penilaian kualitas agunan yang diambilalih (AYDA) dengan jangka waktu pemilikan untuk sementara dihentikan hingga 31 Maret 2022 mendatang. Untuk sementara penilaian kualitas AYDA dalam perhitungan penyisihan penilaian kualitas aset bisa menggunakan kualitas AYDA pada 31 Maret 2020. Kebijakan ini juga berlaku untuk bank-bank yang masuk dalam kategori BUK, BUS dan UUS. Selanjutnya, OJK juga memberikan relaksasi untuk tambahan modal sebagai penyangga atau Capital Conservation Buffer (CCB) bagi BUK dan BUS. Dengan demikian perbankan tidak perlu memenuhi CCB sebesar 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Dari segi sumber daya manusia (SDM), salah satu kebijakan perbankan adalah menyediakan 5% dari anggaran biaya tahunannya untuk pendidikan SDM untuk tahun depan. Untuk sementara OJK memberikan relaksasi untuk alokasi dana ini. Terakhir, dari sisi likuiditas mendapatkan relaksasi tambahan bagi bank umum konvensional. OJK juga menurunkan batas minimum rasio kecukupan likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) dan pemenuhan rasio pendanaan stabil bersih (Net Stable Funding Ratio/NSFR) dari sebelumnya 100% menjadi 85%. Dari sisi restrukturisasi kredit, OJK mencatat, hingga 5 Oktober 2020, jumlah restrukturisasi kredit di perbankan Indonesia mencapai Rp 914,65 triliun. Jumlah kredit tersebut berasal dari 7,53 juta debitur. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan nilai tersebut terdiri dari restrukturisasi di sektor UMKM dan non-UMKM. Di sektor UMKM nilainya mencapai Rp 361,98 triliun dari 5,88 juta debitur. Sedangkan dari non-UMKM jumlah kredit yang direstrukturisasi nilainya mencapai Rp 552,69 triliun dari 1,65 juta debitur. Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan dari perusahaan pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp 177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak. (Source: CNBC Indonesia) Amerika Serikat Saham global menguat menjelang hasil pemilu AS. Begitu juga dengan saham berjangka AS menunjukkan penguatan karena investor berharap bahwa pemenang akan muncul dari pemilihan presiden AS. Jajak pendapat di Indiana dan Kentucky ditutup, dengan hasil awal menunjukkan Presiden Trump memenangkan kedua negara bagian seperti yang diharapkan secara luas. Di Florida, yang merupakan negara bagian medan pertempuran utama, perbedaan antara Trump dan Biden jauh lebih ketat. Pasar juga mengamati beberapa pemilihan Senat utama, yang dapat menyebabkan Demokrat mengambil kendali Kongres. (Source: Tradingeconomics) China Bank-bank pelat merah di China sampai saat ini masih berhadapan dengan lonjakan kredit macet, yang telah terjadi sejak awal pandemi hingga pada masa pemulihan ekonomi. Hal itu praktis membuat sejumlah bank terpaksa mencatatkan penurunan laba bersih. Tercermin dari penurunan pendapatan bersih (net income) kurang dari 5% Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) dan tiga rival terbesarnya dalam tiga bulan terakhir hingga 30 September 2020. Meski negatif, menurut artikel yang dimuat Bloomberg, Senin (2/11) penurunan itu masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata penurunan 25% pada kuartal sebelumnya. Meski begitu, empat bank terbesar di China tetap mencatatkan total kredit macet (non performing loan/NPL) naik ke rekor ? 979 miliar atau sekitar US$ 146 miliar. Di sisi lain, bank-bank tersebut telah membuat pencadangan hingga ? 175 miliar di kuartal III 2020 menurut laporan keuangan yang dirilis akhir pekan baru. Industri perbankan China senilai US$ 45 triliun ini mengalami kemerosotan laba terburuk dalam lebih dari satu dekade di paruh pertama setelah ditempatkan dalam garis depan dalam upaya pemerintah untuk membantu jutaan bisnis yang terdampak perlambatan akibat pandemi Covid-19. Dengan penyebaran virus yang saat ini mulai berkurang dan ekonomi mulai pulih, pemerintah pun sudah memperbolehkan bank untuk mulai melakukan ekspansi untuk meningkatkan kekuatan keuangan bank setelah kredit macet membengkak dan permodalan terkikis. Sebagai upaya stimulus di kala pandemi, pemerintah China juga sudah memberikan kreditur untuk menunda pembayaran bunga dan pokok hingga Maret 2020. (Source: Kontan) Korea Selatan Tingkat inflasi Korea Selatan naik 0,1 persen tahun ke tahun di bulan Oktober 2020 menyusul kenaikan 1,0 persen di bulan sebelumnya, sementara pasar memperkirakan kenaikan 0,7 persen. Itu merupakan inflasi terendah dalam empat bulan. Dibandingkan tahun sebelumnya, listrik, air, gas, produk industri, dan jasa menurun, tetapi produk pertanian dan peternakan naik 0,1 persen secara total. Sementara itu, produk makanan naik 4,7 persen (vs 5,2 persen pada Agustus), dan produk non-makanan turun 3,9 persen (vs -1,5 persen). Dalam skala bulanan, inflasi jatuh 0,6 persen setelah naik 0,7 persen di bulan sebelumnya. (Source: Tradingeconomics)