Daily News 14/10

October 14, 2020 No. 1820
Indonesia
RDG BI memutuskan menahan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) pada posisi 4 persen pada Oktober 2020. Begitu pula, dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing tetap di 3,25 persen dan 4,75 persen. Perry mengatakan keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang terus membaik, termasuk besarnya stimulus fiskal, salah satunya di AS. Keputusan RDG BI juga mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional seiring meningkatnya realisasi dana program penanganan covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu, ekspor juga meningkat seiring naiknya permintaan dari AS untuk beberapa komoditas seperti besi baja dan tekstil. BI juga mempertimbangkan indikator ketahanan ekonomi Indonesia, tercermin dari Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang diperkirakan surplus pada akhir 2020. Kemudian, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$135,2 miliar pada September 2020. Ini setara 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selanjutnya, nilai tukar rupiah tercatat depresiasi 2,13 persen secara point-to-point (p-to-p) per akhir September 2020 atau terdepresiasi 5,56 persen dibandingkan akhir Desember 2019. Pelemahan karena masih tingginya ketidakpastian pasar global dan risiko domestik. BI memperkirakan inflasi lebih rendah dari target 3 persen plus minus 1 persen pada 2020 dan kembali ke sasarannya di 3 persen plus minus 1 persen pada 2021. (Source: CNN Indonesia)

Amerika Serikat
Tingkat inflasi tahunan Amerika Serikat naik tipis menjadi 1,4% pada September 2020 dari 1,3% pada Agustus, hal ini sejalan dengan ekspektasi dan mencapai tertinggi sejak Maret. Namun, angka itu tetap jauh di bawah 2,3% di bulan Februari sebelum pandemi. Biaya untuk mobil dan truk bekas melonjak (10,3% vs 4% pada Agustus), harga kendaraan baru (1% vs 0,7%), dan komoditas perawatan medis (0,9% vs 0,8%) meningkat lebih cepat dan biaya energi turun lebih sedikit (-7,7 % vs -9%). Di sisi lain, inflasi untuk makanan (3,9% vs 4,1%), tempat tinggal (2% vs 2,3%) dan komoditas perawatan medis (0,9% vs 0,8%) melambat dan deflasi semakin dalam untuk pakaian (-6% vs -5,9%) ) dan jasa transportasi (-5,1% vs -4%). Dalam skala bulanan, harga konsumen naik 0,2%, di bawah 0,4% di bulan Agustus dan juga sesuai dengan perkiraan. Harga mobil dan truk bekas terus meningkat tajam dan memberikan kontribusi kenaikan terbesar. (Source: Tradingeconomics)

China
Kapitalisasi bursa saham di China melonjak. Bloomberg mencatat ekuitas domestik pasar saham di China bernilai lebih dari US$ 10,4 triliun. Nilai pasar saham di Tiongkok yang tercatat lebih dari US$ 10 triliun ini pertamakalinya sejak tahun 2015. Mengutip Bloomberg Selasa (13/10), ada penambahan US$ 3,3 triliun sejak Maret saat pandemik virus covid-19 menyerang Tiongkok. Pesta meriah di pasar saham  ini banyak dibantu oleh beberapa kebijakan pemerintah China yang melonggarkan beberapa aturan dalam pasar modal. Diantaranya Pemerintah China memberikan kemudahan pengendalian risiko, marjin pembiayaan, penjaminan saham, hingga dana yang di perdagangan di bursa. Misalnya untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir, beberapa emiten di Bursa Shenzen diperbolehkan untuk mengalami pergerakan hingga 20% dalam satu sesi perdagangan. Melonjak dua kali lipat dari batas yang ditentukan sejak 1996 atau ketika bursa ada. Lonjakan pasar saham ini juga didukung semakin maraknya perusahaan yang menggelar Initial Public Offering (IPO) di China. Juni lalu, Tiongkok memperkenalkan sistem IPO model Amerika Serikat di Bursa ChiNext Juni lalu. Hal ini sebagai bagian dari upaya mereformasi pasar saham China dan menyalurkan modal ke perusahaan start-up. Bursa ChiNext kini bernilai lebih dari US$ 1 triliun. (Source: Kontan)

Singapura
Pimpinan bank sentral Singapura mengatakan sebanyak 20% ekonomi Singapura menghadapi luka dalam akibat pandemi virus corona. Melansir The Strait Times, menurut Ravi Menon, direktur pelaksana Monetary Authority of Singapore (MAS), industri penerbangan dan pariwisata berada dalam kondisi mengkhawatirkan, terutama dengan pemulihan yang diperkirakan lambat. Hal itu diungkapkan oleh Menon pada acara virtual yang diselenggarakan oleh Institute of International Finance, Senin (12/10/2020).  Ekonomi Singapura yang sangat bergantung pada perdagangan itu, sudah berada dalam jurang resesi. Menurut perkiraan resmi, ekonomi Singapura akan menghadapi kondisi terburuk dengan kontraksi  sekitar 5% hingga 7% tahun ini. Pemerintah telah mengalokasikan sekitar US$ 100 miliar dalam bentuk stimulus untuk meredam pukulan bagi bisnis dan membantu menyelamatkan lapangan pekerjaan. Di sisi lain, lanjut Menon, dia melihat banyak perubahan positif dalam ekonomi digital, dan bahwa ada kesadaran yang lebih besar tentang keberlanjutan yang telah selaras dengan "daftar tugas terbesar" MAS dalam upaya lingkungan, sosial, dan tata kelola, atau ESG. (Source: Kontan)