Daily News 04/12

December 04, 2020 No. 1854
[Indonesia] - Sri Mulyani Berlakukan Pungutan Ekspor Progresif CPO Mulai Pekan Depan
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memberlakukan pungutan ekspor progresif untuk minyak sawit (CPO) dan turunannya mulai pekan depan. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 191/PMK.05/ 2020 yang merevisi PMK 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit. Berlaku mulai 10 Desember 2020 atau 7 hari setelah diundangkan hari ini (3/12/2020), secara terperinci aturan ini menegaskan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani merevisi skema pungutan ekspor yang termaktub dalam regulasi sebelumnya. Jika dalam regulasi sebelumnya pungutan ekspor untuk CPO sebesar US$55 per ton untuk berapa pun harga komoditas tersebut, kini besaran pungutan ditetapkan berdasarkan rentang harga yang terdiri atas beberapa lapisan. Tarif pungutan ditetapkan berdasarkan batasan lapisan harga CPO. Mengutip lampiran regulasi ini, pungutan ekspor CPO ditetapkan senilai US$55 per ton ketika harga komoditas tersebut berada di bawah US$670 per ton. Besaran pungutan akan naik US$5 untuk kenaikan pada lapisan pertama lalu naik US$15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar US$25 per ton. Artinya, saat harga CPO berada di rentang US$670 sampai US$695 per ton, besaran pungutan menjadi US$60 per ton. Tetapi untuk lapis harga US$695 sampai US$720 per ton, maka besaran pungutan menjadi US$75 per ton. Adapun harga CPO yang menjadi acuan pengenaan pungutan ekspor ini merujuk pada harga referensi yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. Untuk periode 1 sampai 31 Desember 2020, Kementerian Perdagangan telah menetapkan harga referensi CPO sebesar US$870,77 per ton. Dengan demikian, besaran pungutan ekspor yang ditetapkan adalah US$180 per ton. (Source: Bisnis.com)

[Amerika Serikat] - Jumlah Pengajuan Tunjangan Pengangguran Amerika Serikat
Jumlah masyarakat Amerika Serikat yang mengajukan tunjangan pengangguran turun menjadi 712 ribu di pekan yang berakhir 28 November dari level revisi pekan sebelumnya di 787 ribu dan jauh di bawah ekspektasi pasar 775 ribu. Namun, klaim awal tetap jauh di atas level pra-pandemi, di tengah meningkatnya kasus COVID-19 dan penguncian baru di seluruh negeri. Dalam skala non musiman, jumlah klaim turun menjadi 714 ribu, dibandingkan dengan 836 ribu di minggu sebelumnya. Juga, hampir 289 ribu orang mengajukan bantuan dari skema Bantuan Pengangguran Pandemi, yang mencakup pekerja yang tidak memenuhi syarat untuk klaim awal, dibandingkan dengan 319 ribu pada periode sebelumnya. (Source: Trading Economics)

[China] - China Kenakan Kebijakan Anti Dumping Wine Asal Australia Hingga Empat Bulan
China akan mempertahankan pengenaan bea anti-dumping sementara atas impor wine dari Australia hingga empat bulan. Tetapi, pengenaan kebijakan itu dapat diperpanjang menjadi sembilan bulan dalam keadaan khusus, kata kementerian perdagangan negara itu pada Kamis. Kementerian akan menetapkan langkah-langkah anti-dumping terakhir pada anggur Australia menurut hukum, juru bicaranya, Gao Feng, mengatakan pada konferensi pers online, tetapi tanpa merinci keadaan khusus. Pekan lalu, China mengatakan akan memberlakukan tarif 107,1% hingga 212,1% untuk anggur dari Australia mulai 28 November, di tengah hubungan yang memburuk antara keduanya. (Source: Kontan)

[Korea Selatan] - Current Account Korea Selatan Meningkat Di Bulan Oktober 2020
Current Account Korea Selatan meningkat pada bulan Oktober 2020 menjadi $ 11,66 miliar dari $ 7,83 miliar pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Surplus pada akun barang melebar menjadi $ 10,15 miliar dibandingkan dengan $ 8,03 miliar pada Oktober 2019, sedangkan pada akun jasa terjadi defisit atau turun menjadi $ 0,66 miliar dari $ 1,72 miliar, karena adanya perbaikan pada akun perjalanan dan transportasi. Sementara itu, surplus neraca pendapatan primer meningkat menjadi $ 2,45 miliar dari $ 1,83 miliar pada tahun sebelumnya, sejalan dengan peningkatan pendapatan investasi. Terakhir, akun pendapatan sekunder membukukan defisit $ 0,28 miliar (vs $ 0,31 miliar). Surplus YTD meningkat menjadi $ 54,97 miliar dari $ 49,67 miliar. (Source: Trading Economics)