Daily News 22/01
January 22, 2021 No. 1884
[Indonesia] - BI Tahan Bunga Acuan BI 7-Day RR Di Januari 2021 Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada Januari 2021. Keputusan ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Januari 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%. Berikut outlook & poin-poin RDG BI di 2021 yang disampaikan Perry: - BI memproyeksikan PDB Indonesia pada 2021 dalam range 4,8%-5,8% - BI melihat defisit transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) diperkirakan 1,2% dari PDB pada 2021 - BI memandang penguatan nilai tukar rupiah akan berlanjut di 2021 karena sampai saat ini rupiah masih undervalue - BI memproyeksikan inflasi 2021 berada pada range 2%-4% - Penurunan suku bunga kredit perbankan diproyeksikan berlanjut di 2021 - BI masih membeli SBN pemerintah di pasar perdana pada 2021 sebagai bentuk Burden Sharing - Pertumbuhan kredit masih terbatas, BI melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit di 2021. (Source: CNBC Indonesia) [Amerika Serikat] - Jumlah Ajuan Tunjangan Pengangguran Amerika Serikat Turun Jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran turun menjadi 900 ribu di pekan yang berakhir 16 Januari, dari tertinggi lima bulan pekan sebelumnya di 926 ribu dan di bawah ekspektasi pasar 910 ribu. Namun, klaim tetap jauh di atas tingkat pra-pandemi dan kemungkinan akan tetap meningkat untuk beberapa waktu karena jumlah infeksi COVID-19 terus meningkat pada tingkat rekor, mendorong banyak negara bagian AS untuk memberlakukan langkah-langkah pembatasan untuk menanggapi wabah. Dalam skala non-musiman, jumlah klaim turun menjadi 961 ribu, dibandingkan dengan 1,11 juta di minggu sebelumnya. Selain itu, sekitar 424 ribu orang mengajukan bantuan dari skema Bantuan Pengangguran Pandemi, yang mencakup pekerja yang tidak memenuhi syarat untuk klaim awal, dibandingkan dengan 285 ribu pada periode sebelumnya. (Source: Trading Economics) [China] - China Beri Sanksi 28 Pejabat AS China memutuskan memberikan sanksi kepada 28 orang Amerika Serikat (AS) yang telah secara serius melanggar kedaulatan China. Diantara yang terkena sanksi dari China adalah Michael R.Pompeo atau Mike Pompeo yang tak lain Menteri Luar Negeri AS di pemerintahan Donald Trump. Lalu, ada juga Peter K. Navarro, Robert C. O'Brien, David R. Stilwell, Matthew Pottinger, Alex M. Azar II, Keith J. Krach, dan Kelly DK Craft dari pemerintahan Trump. Selain itu John R. Bolton dan Stephen K. Bannon. Menurut laporan Xinhua, selama beberapa tahun terakhir, beberapa politisi anti-China di AS, karena kepentingan politik mereka yang egois, prasangka dan kebencian terhadap China dan tidak menunjukkan perhatian pada kepentingan rakyat China dan Amerika, telah merencanakan, mempromosikan, dan mengeksekusi langkah-langkah yang melanggar kedaulatan. Langkah-langkah yang telah sangat mengganggu urusan dalam negeri China, merusak kepentingan China, menyinggung rakyat China, dan sangat mengganggu hubungan China-AS, menurut Kementerian Luar Negeri China. (Source: Kontan) [Jepang] - Ekspor Jepang Bulan Desember 2020 Tumbuh Pertama Kali Dalam 2 Tahun Terakhir Nilai ekspor Jepang meningkat pada Desember 2020 ditopang oleh pengiriman ke China. Ini merupakan kenaikan yang pertama dalam dua tahun terakhir sejak November 2018. Data positif ini menawarkan secercah harapan bagi pembuat kebijakan yang mengandalkan pemulihan ekonomi lewat ekspor di tengah meningkatnya kembali kasus virus corona. Pemulihan ekspor ini Jepang bisa mengurangi risiko terjadinya resesi double-dip atau resesi yang akan kembali terulang setelah ekonomi menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Sementara Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) tengah mencoba meningkatkan perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk tahun fiskal depan pada tinjauan suku bunga yang berakhir Kamis (21/1). Bank sentral diharapkan mempertahankan kebijakan. Meskipun meningkat, namun laju pemulihan ekspor Jepang masih belum seberapa jika dibanding dengan pemulihan ekspor negara tetangganya seperti China, Taiwan, dan Korea Selatan, yang semuanya mencatatkan pertumbuhan dua digit ditopang permintaan global atas produk chip dan teknologi. Berdasarkan Data Kementerian Keuangan Jepang yang dirilis pada Kamis (21/1) seperti dikutip Reuters, ekspor Jepang meningkat 2,0% secara year on year (YoY) pada Desember 2020. Ini sedikit di bawah kenaikan 2,4% yang diharapkan oleh para ekonom dalam jajak pendapat Reuters. Namun, ada tanda yang mengkhawatirkan dimana ekspor mobil turun 4,2% hingga Desember, dengan pengiriman ke Uni Eropa jatuh 32,2%. Penurunan terjadi karena pembuat mobil seperti Toyota Motor Corp dan Nissan Motor Co Ltd akan memangkas produksi kendaraan bulan ini setelah kekurangan semikonduktor. Untuk setahun penuh 2020, ekspor mobil Jepang turun 20%. Ini adalah penurunan terbesar sejak krisis keuangan global 2009. Alhasil, ekspor sepanjang 2020 masih turun 11,1%. Sedangkan Impor turun 11,6% dalam setahun hingga Desember, secara kasar sejalan dengan perkiraan rata-rata ekonomi, membawa surplus perdagangan sebesar 751 miliar Yen (US$ 7,25 miliar). (Source: Kontan)