Daily News 03/03

March 03, 2021 No. 1911
[Indonesia] - Tok! Sri Mulyani Bebaskan Pajak Dividen
Setelah membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor properti selama 6 bulan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali memberikan relaksasi kali ini pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang diterima wajib pajak. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Regulasi turunan dari UU Cipta Kerja ini telah ditandatangani Sri Mulyani dan mulai efektif berlaku per 17 Februari 2021. Tujuan implementasi aturan ini adalah untuk mendorong investasi di pasar keuangan maupun sektor rill. Dividen adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang saham. Adapun pengecualian dari objek PPh berlaku untuk dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dan badan. Selain itu, juga dividen yang berasal dari luar negeri yang diterima oleh wajib pajak. Adapun Pasal 15 Ayat 1 menuliskan, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Sementara Pasal 15 Ayat 2 menyebutkan, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dalam negeri dikecualikan dari objek PPh. Pasal 17 juga menyebutkan bahwa dividen yang berasal dari luar negeri dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Untuk mendapatkan insentif tersebut, para investor yang merupakan wajib pajak itu, wajib menanamkan modalnya kembali sebanyak 30% dari dividen yang didapat ke dalam instrumen investasi. (Source: CNBC Indonesia)

[Amerika Serikat] - Indeks Optimisme Ekonomi AS Kembali Ke Tingkat Sebelum Pandemi
Indeks Optimisme Ekonomi IBD/TIPP Amerika Serikat naik 3,5 poin menjadi 55,4 pada Maret 2021, tertinggi sejak Februari 2020. Prospek enam bulan untuk ekonomi AS naik menjadi 53,2 dari 49,5, kembali ke wilayah positif untuk pertama kalinya sejak Oktober 2020. Juga, subindeks keuangan pribadi, ukuran mengenai keuangan orang Amerika Serikat dalam enam bulan ke depan, naik menjadi 58 dari 56,5 dan sub indeks kebijakan federal melonjak 10,5% dari 49,7 menjadi 54,9. (Source: Trading Economics)

[China] - Perketat Pengawasan Fintech, China Syaratkan Pemenuhan Modal Dalam Waktu 2 Tahun
Regulator China memperketat keberlangsungan operasional bisnis fintech. Mengutip Reuters pada Selasa (2/3), Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi China (CBIRC) mengharapkan agar fintech memenuhi persyaratan kecukupan modal dalam waktu maksimal dua tahun. Kepala CBIRC Guo Shuqing mengatakan pemberi pinjaman mikro, perusahaan pembiayaan konsumen dan bank yang dioperasikan oleh platform internet semuanya harus memiliki modal yang memadai seperti lembaga keuangan lainnya. Regulator keuangan China telah meluncurkan banyak langkah sejak tahun lalu untuk memperketat pengawasan praktik pinjaman online di negara itu. Terutama perusahaan teknologi yang ingin memperluas sektor jasa keuangan. Upaya tersebut termasuk membatalkan penawaran umum perdana Ant Group senilai US$ 37 miliar tahun lalu. Juga telah membuat afiliasi fintech Alibaba itu agar membuat rencana untuk beralih ke struktur perusahaan induk keuangan. Lanjutnya, regulator keuangan telah menetapkan berbagai masa tenggang untuk berbagai platform internet. Beberapa memiliki waktu hingga akhir 2020 dan lainnya hingga pertengahan 2021 untuk memenuhi persyaratan kecukupan modal. (Source: Kontan)

[Malaysia] - Arus Dana FDI Malaysia Turun 56% Pada Tahun 2020
Investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) Malaysia turun 56% menjadi US$ 3,4 miliar pada tahun 2020. Laporan pemerintah yang dirilis pada hari Selasa (2/3) menyebutkan, pandemi COVID-19 menghantam aktivitas ekonomi secara global dan di negara Asia Tenggara yang bergantung pada perdagangan ini. Perekonomian Malaysia mengalami kontraksi 5,6% tahun lalu. Ini adalah kinerja terburuk sejak penurunan 7,4% pada tahun 1998 selama krisis keuangan Asia. Laporan yang diterbitkan oleh Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia (MIDA) menyebut, total investasi asing bersih mencapai RM 13,9 miliar (US$ 3,43 miliar) pada tahun 2020, turun dari RM 31,7 miliar pada tahun sebelumnya. Arus masuk FDI bersih Malaysia yang lebih rendah pada tahun 2020 tidak selalu merupakan tanda yang tidak menguntungkan, dengan mempertimbangkan lanskap investasi global dan ketidakpastian yang terjadi selama tahun tersebut. (Source: Kontan)