Daily News 18/03
March 18, 2021 No. 1921
[Indonesia] - Pemerintah Bakal Percepat Penyaluran Bansos Pemerintah berencana mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat. Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menargetkan, bansos untuk bulan April 2021 dapat disalurkan pada pekan keempat bulan ini, bersamaan dengan realisasi bansos bulan Maret. Sedikitnya, ada tiga jenis bantuan yang akan digulirkan pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos), yakni Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Sosial Tunai (BST). Ditargetkan, BPNT dapat menyasar 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Sementara, PKH dan BST masing-masing ditargetkan mampu menyasar 10 juta KPM. Risma mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan perbaikan dan sinkronisasi. Risma pun mengimbau pemerintah daerah untuk mendukung percepatan penyaluran bansos ini dengan melakukan sinkronisasi dan pembaruan data. Kemensos sendiri telah menerjunkan tim validasi data ke sejumlah daerah untuk mempercepat pendataan. (Source: Kontan) [Amerika Serikat] - Pernyataan The Fed Buat Pasar Semringah! Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) akhirnya merilis pernyataannya Rabu (17/3/2021). Ini mengenai perekonomian di 2021 sekaligus kebijakan mengenai suku bunga. Dikutip dari Reuters, diakui The Fed ekonomi AS sedang menuju pertumbuhan terkuatnya dalam hampir 40 tahun. Namun pembuat kebijakan bank sentral berjanji untuk tetap bertahan pada kebijakan moneter longgar, yang memungkinkan suku bunga rendah dan aksi gelontoran likuiditas di pasar, berlanjut. Bank sentral optimis PDB AS bisa mencapai 6,5% tahun ini. Itu berkat stimulus fiskal federal besar-besaran US$ 1,9 triliun yang digagas Presiden AS Joe Biden dan ditandatangani minggu lalu. Sebelumnya akhir 2020, Kongres juga telah menyetujui bantuan senilai US$ 900 miliar. Banjir uang tunai ini diharap dapat menopang bisnis, meningkatkan perekrutan tenaga kerja dan mendorong pengeluaran. Pertumbuhan yang cepat ini akan disertai kenaikan inflasi 2,4%. Namun pejabat The Fed, sebagian besar, tak berharap adanya kenaikan suku bunga acuan sampai 2023. Meski Powell menilai ekonomi telah menghindari masa terburuknya, tetapi FOMC melihat pandemi masih menimbulkan risiko ke prospek ekonomi. The Fed masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2022 dan 2023 hanya 3,3% dan 2,2%. Pengangguran memang agak membaik, turun menjadi 4,5% dari 6,2%. Namun belum ada signal angkanya kembali seperti sebelum pandemic menyerang. Prediksi ini ditanggapi meriah oleh bursa. Saham AS mengakhiri hari lebih tinggi, dengan indeks S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average ditutup pada rekor tertinggi. Imbal hasil Treasury AS di ujung kurva yang lebih panjang tetap tinggi. Sementara imbal hasil utang jangka pendek turun. (Source: CNBC Indonesia) [China] - China Bakal Permudah Aturan Visa Bagi Penerima Vaksin Buatannya China mengatakan akan menyederhanakan aplikasi visa untuk warga negara asing yang telah diinokulasi dengan vaksin Covid-19 buatan China. Ini merupakan langkah kecil terbaru untuk menormalkan perjalanan internasional. Reuters yang melansir transkrip resmi dari briefing harian Kementerian Luar Negeri China mewartakan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian bilang, saat ini penumpang dari negara lain yang bepergian ke China melalui udara masih perlu menunjukkan tes negatif meski sudah divaksinasi. Namun, transkrip tersebut tidak memberikan perincian lebih lanjut tentang bagaimana aplikasi visa akan disederhanakan. China bersedia untuk melakukan pengakuan bersama atas vaksinasi dengan negara lain. Mengutip Reuters, China telah mengekspor sebagian besar vaksinnya ke negara-negara berkembang. Penjangkauan ini mendorong Amerika Serikat, Australia, Jepang dan produsen vaksin global teratas India untuk mengumumkan rencana untuk mendistribusikan vaksin di Asia dalam kompetisi yang dikenal sebagai diplomasi vaksin. (Source: Kontan) [Jepang] - Ekspor Jepang Turun Pada Bulan Februari Ekspor Jepang turun pada bulan Februari, setelah selalu tumbuh dalam tiga bulan terakhir. Penurunan terjadi dengan pengiriman ke Amerika Serikat (AS) dan China melemah, dan menjadi kekhawatiran baru bagi pemulihan pertumbuhan ekonomi Jepang. Rabu (17/3), Kementerian Keuangan Jepang merilis, ekspor Jepang turun 4,5% secara tahunan di bulan Februari lalu, dipengaruhi penurunan pengiriman mobil di AS. Ini jadi penurunan pertama dalam tiga bulan, setelah naik 6,4% di bulan Januari lalu. Penurunan ekspor bulan Februari lalu juga lebih dalam daripada hasil jajak pendapat Reuters, dengan rata-rata penurunan 0,8%. Seperti diketahui, kali ini ekonomi Jepang bergantung pada ekspor. Prospek pemulihan AS sebenarnya dapat meredakan kekhawatiran tentang prospek ekonomi Jepang. Terlebih ekonomi Negeri Matahari Terbit tersebut terlihat menyusut pada kuartal pertama tahun ini karena pengekangan baru yang telah memukul aktivitas sektor jasa. Berdasarkan wilayah, ekspor ke China naik 3,4% secara yoy pada bulan Februari, dipimpin oleh peralatan pembuat chip, logam nonferrous dan plastik. Walau masih tercatat naik, namun ekspor ke China melambat tajam dari kenaikan 37,5% di bulan sebelumnya. Sementara itu, pengiriman ke AS, pasar ekspor utama lainnya untuk barang Jepang, turun 14,0% yoy di bulan Februari, terseret oleh mobil, suku cadang pesawat dan motor. Pada bulan sebelumnya, ekspor ke Negeri Paman Sam juga sudah turun 4,8% dan mencatat penurunan selama empat bulan berturut-turut. Ekspor ke Asia, yang menyumbang lebih dari setengah ekspor Jepang secara keseluruhan, turun 0,8% yoy. Sedangkan ekspor ke Uni Eropa turun 3,3%. Data perdagangan hari Rabu mengikuti jajak pendapat Reuters terkait manufaktur Jepang, dengan pabrikan di Jepang yang optimis terhadap pertumbuhan secara bertahap meskipun kekhawatiran tentang dampak Covid-19 tetap ada. Di sisi lain, impor Jepang naik 11,8% yoy hingga Februari, kira-kira sama seperti hasil jajak pendapat Reuters, setelah penurunan 9,5% di bulan sebelumnya. Impor menandai kenaikan tahunan pertama dalam 22 bulan karena kenaikan dalam permintaan domestik, restocking inventaris dan naik harga minyak mentah dan sumber daya. Neraca perdagangan Jepang pun mengalami surplus 217,4 miliar yen setara US$ 2 miliar. (Source: Kontan)