Daily News 30/04

April 30, 2021 No. 1951
[Indonesia] - Keringanan Pajak Untuk Investor Asing Yang Berinvestasi Di INA
Pemerintah telah mengelar karpet merah untuk  Indonesia Investment Authority (INA)) agar bisa melanggengkan proyek yang akan dikerjakan. Salah satu dukungan pemerintah kepada INA yakni dengan memberikan tarif pajak rendah. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi yang Melibatkan Lembaga Pengelola Investasi dan/atau Entitas yang Dimilikinya. Beleid ini berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Beleid itu mengatur ketentuan perpajakan untuk pihak ketiga INA yang meliputi mitra investasi termasuk investor, manajer investasi, badan usaha milik negara (BUMN), dan/atau lembaga pemerintah, serta entitas lainnya. Ada dua skema yang diatur untuk investor asing INA yang merupakan subjek pajak luar negeri (SPLN). Pertama, dikecualikan dari objek pajak sepanjang penghasilan yang didapat dari INA diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam jangka waktu tiga tahun sejak penghasilan itu diterima. Kedua, dikenai pajak penghasilan (PPh) Final dengan tarif 7,5% atau sesuai dengan tarif yang diatur dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B). Tarif ini berlaku apabila SPLN itu tidak mereinvestasikan kembali keuntungannya di Indonesia. Adapun penghasilan yang dimaksud yakni berupa dividen yang berasal dari pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor atau nilai investasi awal yang diterima pihak ketiga subjek pajak luar negeri yang melakukan kerja sama dengan LPI bersifat langsung. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan tarif pajak rendah itu bertujuan untuk menarik dana para investor asing. Sebab, aturan yang berlaku sekarang, dividen yang diterima investor asing di luar negeri dipatok PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Tarif PPh Final itu juga lebih rendah dibandingkan rata-rata tarif pajak bunga dan dividen dalam P3B. Sebagai contoh, tarif P3B untuk pembagian dividen dari Indonesia kepada Singapura, Jepang, Amerika Serikat berkisar 10% hingga 15%. Hingga kini, Indonesia telah menjalin kerjasama tax treaty itu dengan 71 yurisdiksi. (Source: Kontan)

[Amerika Serikat] - Angin Segar Joe Biden! Ekonomi AS Tumbuh 6,4% Di Q1 2021
Ekonomi Amerika Serikat (AS) makin pulih dari corona (Covid-19). Data pemerintah menunjukkan di kuartal I (Q1) 2021, ekonomi AS tumbuh secara tahunan 6,4%. Ini menyusul ekspansi 4,3% sebelumnya di Q4 2020. Ini juga mengalahkan ekspektasi pasar sebesar 6,1%. Aktivitas permintaan, tulis Trading Economics, mengkonsolidasi pemulihan dari kontraksi tajam tahun lalu. Termasuk upaya pembukaan lagi pemerintah ditambah gencarnya kampanye vaksinasi corona. Namun dari data pemerintah, pembukaan kembali bisnis dan peningkatan pengeluaran mendorong harga jadi lebih tinggi. Inflasi utama melonjak 3,5% pada Januari hingga Maret, dibandingkan kuartal sebelumnya 1,5%. Bahkan tanpa harga makanan dan energi, indeks harga untuk pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 2,3%. Ini melampaui 2,0% target bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed). (Source: CNBC Indonesia)

[China] - Pajak Ekspor Naik, China Ingin Lebih Banyak Baja di Pasar Lokal
China menampar eksportir baja dengan pajak yang lebih tinggi pada berbagai produk karena pihak berwenang meningkatkan upaya untuk memangkas produksi dan membersihkan salah satu penghasil karbon terbesar. Rabat pajak ekspor untuk beberapa barang akan dihapus, dan tarif untuk beberapa produk dinaikkan mulai 1 Mei, kata Kementerian Keuangan di situsnya. Biaya impor untuk besi kasar, setengah jadi dan besi tua akan diturunkan. Langkah-langkah tersebut menyoroti peningkatan fokus pada pelayanan pasar domestik dan datang saat pabrik baja negara bergulat dengan biaya bahan baku yang telah melonjak ke titik tertinggi dalam sejarah. Seperti diketahui, China memproduksi separuh baja dunia dan merupakan pengekspor terbesar. Negara ini telah berjanji untuk mengurangi produksinya pada tahun 2021 sebagai bagian dari upaya untuk menahan emisi karbon dari salah satu industri terkotornya. Sementara itu perubahan pajak mungkin memiliki beberapa efek mendingingnya harga domestik. Investor ""tetap sangat yakin"" tentang pasar baja China yang ketat, analis Lin Lin dari CRU Group, mengatakan melalui telepon. Pasalnya, volume yang tercakup oleh perubahan pajak ini kecil dibandingkan dengan output domestik China yang besar. Adapun lonjakan permintaan baja global telah mengirim harga dari China ke Amerika Utara naik ke level tertinggi beberapa tahun, mengancam akan melemahkan upaya Beijing untuk menurunkan produksi. Pada saat yang sama dorongan itu berpusat pada sejumlah pembatasan produksi, termasuk pusat Tangshan, di mana pabrik malah meningkatkan pasokan di tengah keuntungan besar dan di tengah kekhawatiran bahwa mungkin ada lebih banyak pembatasan yang akan datang. Lonjakan produksi baja juga mengangkat bijih besi menyentuh rekor. Perubahan pajak akan ""mengurangi biaya impor, memperluas impor sumber daya baja dan mendukung pengurangan produksi baja mentah domestik"", kata kementerian. Baja bergabung dengan komoditas industri utama lainnya dalam kenaikan, menambah kekhawatiran tentang inflasi karena China mencoba untuk menjaga ekonomi tetap berada di jalurnya. Negara tersebut telah menandai rencana untuk memperkuat kontrol di pasar bahan mentah untuk membantu membatasi biaya bagi perusahaan. (Source: Bisnis.com)

[Korea Selatan] - Penjualan Ritel Korea Selatan Meningkat Terbesar Sejak 2011
Penjualan ritel Korea Selatan melonjak 10,9% secara tahun ke tahun di bulan Maret 2021, terbesar sejak Januari 2011, setelah adanya revisi kenaikan sebesar 8,3% di bulan sebelumnya. Dalam skala bulanan, penjualan ritel naik 2,3 persen di bulan Maret, menyusul penurunan 0,8 persen di bulan sebelumnya. (Source: Trading Economics)