Daily News 10/09

September 10, 2021 No. 2037
[ANTM] - Penjualan Alumina Antam (ANTM) Melonjak, Ini Penyebabnya
PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) mencatatkan lonjakan penjualan alumina sepanjang semester I/2021 seiring dengan peningkatan persediaan pada tahun lalu. Pada semester I/2021, produksi alumina ANTM mencapai Rp28.710 ton, turun 43,94 persen year on year (yoy) dari 51.214 ton pada semester I/2020. Namun, penjualan alumina mencapai 65.700 ton per Juni 2021, melonjak 69,07 persen yoy dari sebelumnya 38.858 ton. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Antam Anton Herdianto mengatakan lonjakan penjualan alumina pada semester I/2021 disebabkan banyaknya stok. Menurut Anton, tingginya persedian alumina pada tahun lalu disebabkan banyak pembeli yang membatalkan pesanannya, karena produksi pabrik mereka berkurang saat Covid-19 melanda. Hal itu menyesuaikan permintaan pasar yang lesu. Sementara itu, sampai akhir 2021 Antam mengincar penjualan emas 18,5 ton-19 ton. Di komoditas nikel, ANTM menargetkan penjualan 8,4 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel, dan sekitar 25.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Berdasarkan laporan produksi dan penjualan perseroan hingga Juni 2021 volum produksi emas Antam dari tambang Pongkor dan Cibaliung sebesar 719 kg(23.116t.oz). Sementara volume penjualan emasnya tumbuh 69 persen menjadi 13.341 kg (428.923 t.oz) dibandingkan dengan 7.915 kg (254.473 t.oz) semester pertama tahun lalu. Adapun, target produksi emas Antam sampai akhir 2021 sebesar 1,37 ton dari tambang emas Pongkor, Bogor, dan tambang Cibaliung, Banten. Artinya, mayoritas bahan emas yang dijual berasal dari pihak ketiga dibandingkan tambang internal. Anton menjelaskan, sampai saat ini Antam menerima banyak permintaan emas dari dalam negeri, yang digunakan sebagai instrumen investasi sehingga pihaknya akan memperkuat basis pasar dalam negeri. (Source: Bisnis.com)

[SMGR] - Pasar Surplus, Semen Indonesia (SMGR) Pilih Pacu Ekspor
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) akan melakukan ekspor untuk mengatasi kelebihan pasokan semen di dalam negeri. Industri semen di Indonesia saat ini mengalami kondisi kelebihan pasokan. Hal ini membuat banyak produk semen tidak terserap oleh pasar. Direktur Marketing dan Supply Chain Semen Indonesia Adi Munandir menuturkan, emiten berkode saham SMGR ini memiliki keuntungan karena mempunyai fasilitas pelabuhan di beberapa pabrik seperti di Padang, Tuban, hingga Cilacap. Saat ini, lanjut dia, SMGR memiliki portofolio pasar ekspor di Asia, Australia, sampai Afrika. Pasar tersebut akan dioptimasi perseroan untuk mendapatkan harga yang terbaik dan paling optimal. Emiten berkode saham SMGR ini juga tengah menjajaki penjualan ekspor ke Amerika dan Afrika. Pihaknya akan melihat peluang ekspor tersebut sesuai dengan dinamika permintaan dan penawaran di regional. Kemudian, portofolio pasar kedua menurut Adi ada di domestik. Dengan jejak produksi SMGR yang tersebar di seluruh Indonesia, SMGR memiliki keuntungan untuk mengoptimalisasi pasarnya, baik di Pulau Jawa dan luar Jawa. Selain optimasi pasar, SMGR juga akan melakukan optimasi produk. Adi mencontohkan, SMGR melakukan pengembangan produk semen curah untuk berbagai macam kebutuhan, seperti berupa beton, atau ready mix untuk aplikasi. Dalam portofolio produk ini, Semen Indonesia juga melakukan pengembangan produk turunan mortar. Dengan cara ini, SMGR berharap bisa menangkap pasar baru. (Source: Bisnis.com)

[HMSP] - Kena Efek Downtrading, Pangsa Pasar HM Sampoerna (HMSP) Tertekan
Emiten rokok PT HM Sampoerna Tbk. mengalami penurunan pangsa pasar pada semester I/2021 akibat akselerasi downtrading yaitu pola perpindahan konsumsi perokok ke produk dengan cukai dan harga yang lebih murah. Presiden Direktur Sampoerna Mindaugas Trumpaitis mengatakan kenaikan cukai rokok dalam tiga tahun terakhir kian memicu tren downtrading. Hingga semester I/2021, emiten dengan kode saham HMSP ini mencatatkan penurunan pangsa pasar sebesar 1,3 bps menjadi 28 persen. Di sisi lain, produk Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang tidak terkena cukai milik perseroan seperti Sampoerna A mengalami kenaikan pangsa pasar sebesar 0,5 bps menjadi 12,5 persen dan pangsa pasar produk SKT lainnya naik 0,3 bps menjadi 7 persen. Akselerasi downtrading didorong oleh selisih tarif cukai rokok mesin golongan I dan golongan II yang semakin membesar, hingga mencapai sekitar 40 persen terhadap tarif cukai terendah pada golongan II. Kondisi ini, menyebabkan penurunan penjualan di pabrikan golongan I yang membayar tarif cukai tertinggi. Apabila terjadi terus-menerus, dikhawatirkan penerimaan negara dari cukai rokok pun menjadi tidak optimal. Selain itu, pemerintah juga diharapkan kembali melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) seperti awalnya akan diterapkan pada 2019. (Source: Bisnis.com)